Tidak seperti hostel di Brussels yang kami pilih dari hostelworld dengan mudahnya, hostel kami di Paris terpilih setelah melalui proses yang cukup panjang. Mengingat Paris termasuk kota mahal, cukup sulit rasanya memilih hostel memuaskan dengan harga terjangkau. Nemu hostel strategis tapi kok harganya selangit, begitu ada hostel murah eh lha kok jauh dari mana-mana. Urusan memilih akomodasi di Paris ini jadi terpaksa kami endapkan untuk beberapa lama sampai akhirnya benar-benar sudah tidak bisa ditunda lagi penyelesaiannya. Semakin mendekati tanggal keberangkatan, kami akhirnya berhasil menyisakan dua kandidat saja: St. Christopher's Paris dan Hotel du Commerce.
vs
Kalau boleh jujur, faktor utama saya pengen tinggal di St. Christopher's Paris adalah lokasinya yang di tepi danau buatan (Bassin de la Villette). Cantik! Tapi akhirnya kami harus berpikir rasional dan mengesampingkan faktor emosional nan romantis tersebut karena meskipun pemandangannya cantik, St. Christopher's Paris ini letaknya cukup jauh, di timur laut sana. Karena lebih memilih bisa-jalan-jalan-di-seputar-hostel daripada bisa-nonton-danau-dari-jendela-hostel, akhirnya pilihan kami condong ke Hotel du Commerce, hostel seharga 27 Euro per malam yang cukup dekat dengan salah satu objek vital di Paris, Notre Dame Cathedral. Nah, itu buktinya ada hostel strategis dan murah? Ooo, di dunia ini tidak ada yang sempurna, sodara-sodaraaa ... Biarpun strategis dan (terkesan) murah, harga segitu tidak termasuk sarapan dan bahkan kamar mandi. Yap, di sini mau mandi pun harus bayar 2 Euro! Rasanya gimanaaa gitu mandi kok bayar sekitar 24 ribu rupiah. Berhubung saya termasuk manusia yang tahan tidak mandi (*ehhhh?), rasanya kekurangan hostel yang satu ini masih bisa ditoleransi. Mumpung sudah tinggal dekat dengan Notre Dame Cathedral, hari kedua kami menyempatkan diri untuk mengunjungi si objek-wisata-tetangga dengan berjalan kaki. Rencananya dari Notre Dame Cathedral kami akan mengunjungi Versaille dan menikmatinya seharian.
Sesampainya di Notre Dame, tampak antrean pengunjung yang sudah mengular di depan pintu gereja. Sembari ikut mengantre, saya segera mengganti alas kaki (dari sandal jepit ke sepatu). Belajar dari pengalaman walking tour kemarin, hari ini saya memang berniat memakai sandal jepit selama perjalanan. Sepatu tetap tersedia di dalam tas dalam rangka berjaga-jaga siapa tahu ada objek wisata yang melarang pengunjungnya memakai sandal jepit. Bete juga kan kalau jauh-jauh sampai Versaille ternyata terkendala hanya gara-gara sandal jepit. Di Notre Dame sendiri tidak ada larangan khusus untuk memakai sandal jepit, saya berinisiatif sendiri saja untuk berganti alas kaki, hitung-hitung menghormati rumah ibadah agama lain.
Sepanjang bagian dalam gereja berlangit-langit supertinggi ini terdapat beberapa bilik-bilik terpisah, lengkap dengan altar dan patung yang berbeda-beda. Saya yang kurang mengerti segera bertanya pada Geges yang pastinya lebih tahu. Sebagai pemeluk agama Islam yang mengunjungi rumah ibadah agama Katolik bersama seorang pemeluk agama Protestan, saya jadi mendapat banyak pengetahuan baru akan perbedaan agama Katolik dan Kristen Protestan. Bilik-bilik tersebut dilengkapi dengan lilin-lilin kecil seharga 2 Euro yang dapat dinyalakan untuk berdoa. Konsepnya seperti kantin kejujuran. Tidak ada yang menjaga lilin-lilin tersebut, tetapi pengunjung tentunya tahu diri untuk memasukkan 2 Euro ke dalam stoples apabila memang mengambil lilin tersebut. Selain lilin kecil seharga 2 Euro ada pula lilin besar seharga 5 Euro yang dimasukkan ke dalam gelas plastik bertutup. Selain digunakan untuk berdoa, take-away-candle ini juga dapat dibawa pulang sebagai oleh-oleh. Setelah memasukkan 5 Euro ke dalam stoples, saya segera mengambil sebuah lilin dan memasukkannya ke dalam tas.
Rencana semula, kami akan langsung berangkat ke Versaille sekeluarnya dari Notre Dame. Apa daya godaan penjaja souvenir di sepanjang jalan di seputaran Notre Dame membuat kami kewalahan dengan belanjaan dan terpaksa pulang ke hostel dulu. Begini nih untungnya ambil hostel yang dekat. Karena pulang ke hostel lagi sama dengan tersitanya waktu yang seharusnya dialokasikan ke Versaille, kami pun sedikit bergegas menuju metro. Lagi-lagi kami tersesat dan entah bagaimana terdampar sampai di stasiun Invalides dan membaca sebuah pengumuman di ticket office bahwa ... jreng jreng ... hari itu Versaille tutup. Hahaha, nggak lagi-lagi deh berwisata dengan survei ala kadarnya. Lain kali benar-benar harus mempersiapkan sedetail-detailnya, hufff. Keluar dari stasiun Invalides tanpa ada ide mau berwisata ke mana, akhirnya kami memutuskan untuk walking tour lagi di seputaran stasiun. Bangunan mana yang kelihatan dari stasiun dan kayaknya menarik, ya udah deh itu yang disamperin. Di ujung kiri sana ada Les Invalides dan di kanan ada pasangan Grand Palais dan Petit Palais, faktor cuaca yang superrrpuanass akhirnya menuntun kami untuk memilih objek yang lebih dekat: belok kanan.
Berbeda dengan cuaca di Belanda yang autumn-nearing-winter berkedok summer, cuaca di Paris ini benar-benar summer sesummer-summernya: panas, silau, sumuk, gerah, dst. Sementara Geges masih semangat berjalan-jalan di depan Grand Palais, saya memilih ngeyup di Petit Palais sambil berusaha menelepon si pacar di ujung belahan dunia sana. Puas ngadem, kami melanjutkan perjalanan menuju Musee du Louvre melewati Luxor Obelisk dan masuk melalui Jardin des Tuileries, taman kota yang sangat luas, tempat beratus-ratus orang sedang berjemur. Kami yang berasal dari negara tropis dan bosan dengan sinar matahari setiap harinya hanya bisa berdecak heran melihat pemandangan tersebut. Di Jardin des Tuileries ini jugalah kami sempat melihat seseorang yang kejang-kejang ketika sedang berjemur. Kayaknya sih kena serangan panas. Orang itu segera ditolong dan kami melanjutkan perjalanan sambil merasa tidak enak karena pada awalnya kami dan orang-orang di sekitar mengira dia ini lagi maen teater! +_+ Sesampainya di Louvre kami cuma duduk-duduk sambil ngadem di pinggir kolam yang ternyata kotor penuh sampah :-S
E ya ampuuuun, kirain yang beginian cuma nemu di tanah air!
*to be continued*
No comments:
Post a Comment